Minggu, 22 Mei 2011

Bahan Bakar Alternatif

Banyak bahan yang bisa dijadikan sumber bahan bakar alternatif.  Ethanol adalah salah satu bahan bakar alternatif (yang dapat diperbaharui) yang ramah lingkungan yang menghasilkan gas emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai 85% lebih rendah).


Pada dasarnya Ethanol dibuat dari jagung atau hasil perkebunan lainya dan sampai saat ini belum ada kendaraan (vehicles) yang didesain khusus untuk dapat menggunakan Ethanol 100%.

Penggunaan Ethanol pada kendaraan biasanya menggunakan 2 jenis Ethanol yaitu Ethanol 10 (E10) yang merupakan campuran antara 10% Ethanol dan 90% bahan bakar bensin dan bisa digunakan hampir di seluruh kendaraan keluaran terbaru (silahkan cek masalah ini ke produsen mobil atau di buku manual kendaraan yang ada).  Ethanol 85 (E85) yang merupakan campuran 85% Ethanol dan 15% bahan bakar bensin. Kendaraan yang bisa menggunakan jenis E85 ini adalah kendaraan yang sudah mempunyai sertifikasi Flex-fuel Vehicles (FFV) yang dikeluarkan oleh produsen mobil.

Harga Ethanol memang lebih murah tetapi tidak
sebesar yang dibayangkan yaitu sekitar 15% lebih murah dibandingkan harga bensin tetapi penggunaan Ethanol jelas lebih menguntungkan karena lebih ramah lingkungan dan bahan bakar alternatif yang satu ini dapat diperbaharui (renewable). Dan juga besar kemungkinan harga Ethanol akan semakin turun apabila pengguna Ethanol semakin banyak.

Bayam yang kerap disantap sebagai sayuran bergizi juga ternyata bisa menjadi bahan bakar ramah lingkungan.  Para peneliti telah lama mencoba meniru cara organisme berfotosintesis memanfaatkan cahaya matahari, memecah air menjadi oksigen dan hidrogen, dan selanjutnya bereaksi dengan karbondioksida untuk menghasilkan gula sebagai sumber energi.

Kini, tim ilmuwan yang dipimpin Hugh O'Neill dari Department of Energy's Oak Ridge National Laboratory di Tennessee, Amerika Serikat (AS) mengombinasikan protein cahaya dengan senyawa yang dikenal sebagai block copolymers dan platinum catalyst untuk menghasilkan membran yang menghasilkan hidrogen dari sinar matahari.

Dilansir New Scientist dan dikutip detikINET, Kamis (10/2/2011), O'Neill dan timnya mengekstraksi protein II (LHC-II) kompleks dari bayam dan menambahkannya ke cairan mengandung copolymers dan sodium hexachloroplatinate yang diubah menjadi bahan platinum berkat bantuan matahari.

Selanjutnya, protein tersebut berinteraksi dengan copolymers, membentuk dirinya sendiri menjadi lembaran-lembaran berlapis seperti membran yang secara alamiah ditemukan pada membran hasil fotosintesis.

"Saat diteliti, membran ini rupanya memproduksi hidrogen. Ini diketahui setelah menembakkan sejumlah neutron pada sampel membran dan mengukur pembiasan radiasinya untuk mengetahui elemen apa saja yang dikandungnya," papar O'Neill.

Disebutkan olehnya, molekul protein menyerap cahaya matahari dan melepaskan elektron sehingga memindahkannya ke molekul platinum terdekat. Platinum tersebut kemudian mengkatalisasi reduksi proton ke gas hidrogen yang siap digunakan sebagai bahan bakar. 

John Kanzius, 63 tahun, telah berhasil menciptakan alternatif bahan bakar dari air laut. Secara kebetulan, teknisi broadcast ini menemukan sesuatu yang menakjubkan. Pada kondisi yang tepat, air laut dapat menyala dengan temperatur yang luar biasa. Dengan sedikit modifikasi, tidak menutup kemungkinan di masa depan, ini dapat di jadikan sebagai alternatif bahan bakar untuk kendaraan bermotor.

Perjalanan Kanzius menjadi inspirasi yang mengejutkan bermula ketika dia di diagnosis menderita leukimia pada tahun 2003. Dihadapkan dengan treatment kemoterapi yang melelahkan, dia memilih mencoba untuk menemukan alternatif yang lebih baik dalam menghancurkan sel-sel kanker. Kemudian di muncul dengan alat Radio Frequency Generator (RFG), sebuah mesin yang menghasilkan gelombang radio dan memancarkannya ke suatu area tertentu. Kanzius menggunakan RFG untuk memanaskan pertikel metal kecil yang dimasukkan ke dalam tumor, menghancurkan sel tumor tanpa merusak sel yang normal.

Tetapi, apa hubungannya antara kanker dengan bahan bakar air laut??
Selama percobaannya dengan RFG, dia menemukan bahwa RFG dapat menyebabkan air yang berada di sekitar test tube mengembun. Jika RFG dapat menyebabkan air mengembun, seharusnya ini dapat juga untuk memisahkan garam dari air laut. Mungkin, ini dapat digunakan untuk men-desalinitasi air laut. Sebuah peribahasa tua tentang laut, “air, air dimana-mana, dan tidak satu tetespun dapat diminum”.
Beberapa negara mengalami kekeringan dan sebagian besar rakyatnya menderita kehausan, padahal 70% bumi adalah samudera yang notabene adalah air. Suatu metode yang efektif untuk menghilangkan garam dari air laut dapat menyelamatkan tak terhitung nyawa. Maka tidaklah heran jika Kanzius mencoba alat RFG-nya untuk tujuan desalinitasi air laut.

John Kanzius, 63 tahun, telah berhasil menciptakan alternatif bahan bakar dari air laut. Secara kebetulan, teknisi broadcast ini menemukan sesuatu yang menakjubkan. Pada kondisi yang tepat, air laut dapat menyala dengan temperatur yang luar biasa. Dengan sedikit modifikasi, tidak menutup kemungkinan di masa depan, ini dapat di jadikan sebagai alternatif bahan bakar untuk kendaraan bermotor.
Perjalanan Kanzius menjadi inspirasi yang mengejutkan bermula ketika dia di diagnosis menderita leukimia pada tahun 2003. Dihadapkan dengan treatment kemoterapi yang melelahkan, dia memilih mencoba untuk menemukan alternatif yang lebih baik dalam menghancurkan sel-sel kanker. Kemudian di muncul dengan alat Radio Frequency Generator (RFG), sebuah mesin yang menghasilkan gelombang radio dan memancarkannya ke suatu area tertentu. Kanzius menggunakan RFG untuk memanaskan pertikel metal kecil yang dimasukkan ke dalam tumor, menghancurkan sel tumor tanpa merusak sel yang normal.
Tetapi, apa hubungannya antara kanker dengan bahan bakar air laut??
Selama percobaannya dengan RFG, dia menemukan bahwa RFG dapat menyebabkan air yang berada di sekitar test tube mengembun. Jika RFG dapat menyebabkan air mengembun, seharusnya ini dapat juga untuk memisahkan garam dari air laut. Mungkin, ini dapat digunakan untuk men-desalinitasi air laut. Sebuah peribahasa tua tentang laut, “air, air dimana-mana, dan tidak satu tetespun dapat diminum”.
Beberapa negara mengalami kekeringan dan sebagian besar rakyatnya menderita kehausan, padahal 70% bumi adalah samudera yang notabene adalah air. Suatu metode yang efektif untuk menghilangkan garam dari air laut dapat menyelamatkan tak terhitung nyawa. Maka tidaklah heran jika Kanzius mencoba alat RFG-nya untuk tujuan desalinitasi air laut.
Pada test pertamanya, dia melihat efek samping yang mengejutkan. Ketika dia arahkan RFG-nya pada tabung yang berisi air laut, air itupun seperti mendidih. Kanzius lalu melakukan test kembali. Saat ini dengan kertas tisue yang terbakar dan menyentuhkannya ke dalam air laut yang sedang di tembak oleh RFG. Dia sangat terkejut, air laut dalam tabung terbakar dan tetap menyala sementara RFG dinyalakan.
Awalnya berita tentang eksperiment ini dianggap suatu kebohongan, tapi setelah para ahli kimia dari Penn State University melakukan percobaan ini, ternyata hal ini memang benar. RFG dapat membakar air laut. Nyala api dapat mencapai 3000 derajat Fanrenheit dan terbakar selama RFG dinyalakan.
Lalu bagaimanakah air laut dapat terbakar? Dan kenapa jika puntung rokok di lemparkan ke dalam laut tidak menyebabkan bumi meledak?
Ini semua berhubungan dengan hidrogen. Dalam keadaan normal, air laut mempunyai komposisi Sodium chloride (garam) dan Hidrogen, oksigen (air) yang stabil. Gelombang radio dari RFG milik Kanzius mengacaukan kestabilan itu, memutuskan ikatan kimia yang terdapat dalam air laut. Hal ini melepaskan molekul hidrogen yang mudah menguap, dan panas yang keluar dari RFG memicu dan membakarnya dengan cepat.

Semoga beberapa tahun mendatang, sudah ditemukan sumber-sumber bahan bakar alternatif yang lain sehingga dunia terhindar dari krisis energi.

Dari berbagai sumber.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar